Masih dalam suasana 'testing' template baru dan karena masih dalam tahap uji coba maka hari ini gua mau share cerita lagi. Sekali lagi makasih banyak buat
Arjun Setyo W karena masih ngijinin gua nge-share cerita doi. Dan yap, cerita ini masih berjenis thriller one shot story kayak kemaren. Oke, langsung baca aja ya biar nggak kelamaan (padahal gua-nya doang yang pengen cepet-cepet posting tanpa dibaca dulu :v ). Lets Read and Dont Fuck Youself.
Nama aku Maya, lebih lengkapnya Maya Agustina. Saat ini aku kuliah di sebuah Perguruan Tinggi Swasta yang lumayan terkenal di Bandung. Seperti gadis pada umumnya, aku ini paling senang yang namanya belanja. Mungkin ini semua karena aku anak bungsu kali ya.
Dan pada suatu hari, sesuatu yang paling aku takutkan terjadi juga, yaitu menjaga rumah. Memang ini kelihatannya masalah sepele. Tapi bagi aku merupakan hal yang sangat besar. Bayangkan saja, rumah aku itu memiliki enam belas kamar dan selama ini yang digunakan hanya lima kamar saja, itu juga udah termasuk kamar pembantu. Selebihnya hanya di diamkan saja dan tak pernah di pakai.
Sepulang sekolah, aku merasa sangat malas untuk pulang ke rumah. Rencananya sih mau main dulu sampai malam terus pulang dan tinggal tidur saja. Tapi aku langsung teringat kalau bi Inem sedang pulang ke Cicalengka karena anaknya sakit. Jadi dengan terpaksa aku pulang ke rumah untuk menyalakan lampu dan menutup horden jendela.
Begitu selesai menyalakan lampu dan menutup horden jendela, aku langsung masuk kamar untuk menonton tv. Saat itu waktu menunjukan pukul tujuh malam. Setelah melihat jam, aku langsung mandi dan begitu selesai aku melanjutkan nonton tv hingga pukul setengah sepuluh, karena tiba – tiba gambar tv nya menjadi hilang. Aku coba untuk mengotak – atik kabel antena-nya, namun tidak menunjukan hasil yang berarti.
Dengan sedikit kesal aku mengambil remote tv berlanggananku, tapi apa yang terjadi? Sungguh lacur, ternyata tv berlanggananku tak sedang siaran. Aku langsung menelepon teknisi tv itu, dan ia hanya menjawab kalau tv berlangganan yang aku gunakan sudah tak tayang lagi.
Karena boring sendirian, aku menelepon temanku.
“ Halo, Rin” Kataku.
“ Ya, May? Ada apa?” Kata temanku Arini.
“ Kamu bisa mampir ke rumahku ga?” Tanyaku.
“ Sorry banget, May. Hari ini aku ada acara keluarga. Mamiku sedang ulang tahun. Jadi hari ini kami sekeluarga mau pergi ke Lembang.” Kata temanku dengtan nada bersalah.
“ Ya udah engga apa – apa. Salam aja untuk mama kamu, selamat ulang tahun dariku ya.” Kataku.
“ Oh iya, May. Sorry banget ya. Terus makasih ucapan selamatnya.” Kata temanku semakin tak enak hati.
“ Engga apa – apa lagi. Yu ah. Bye.” Kataku sambil menutup telepon.
Mau telepon siapa lagi, ya? Pikirku saat itu. Karena temanku yang paling dekat adalah Arini, sedangkan teman – temanku yang lainnya bertempat tinggal sangat jauh denganku. Tidak enak jika aku harus menyuruh mereka untuk menemaniku di sini. Apalagi saat ini sudah menunjukan pukul sebelas malam.
Ya sudah aku langsung tidur saja. Pikirku saat itu. Tapi aku punya kebiasaan untuk meminum susu terlebih dahulu sebelum tidur. Untuk menuju dapur, aku harus turun ke lantai satu. Begitu aku melewati sebuah kamar yang berada tepat sebelum tangga ke bawah. Begitu aku melewati kamar itu, pintu kamar itu langsung berguncang – guncang seperti di dobrak – dobrak dari dalam kamar.
Karena penasaran aku mendekati kamar tersebut. Begitu aku dekati pintu kamar itu langsung hening terdiam tak bergerak sedikitpun. Mungkin angin pikirku, tapi tunggu dulu? Bukankah di kamar ini tak memiliki jendela? Kamar ini memang khusus untuk menyetrika pakaian saja jadi tidak terlalu besar dan tak memiliki jendela. Jadi dari mana datangnya angin itu? Kalau dari arah luar kamar? Itu juga tidak mungkin, karena aku pasti akan merasakan angin itu juga, karena aku berada di luar kamar tersebut dan dekat sekali dengan pintu itu. Perlu angin yang kecang untuk membuat pintu kamar itu menjadi seperti itu.
Tapi, masa bodoh lah akan hal itu. Aku hanya ingin cepat minum susu dan tidur, begitu bangun aku pasti sudah lupa akan hal baru saja terjadi. Aku berbalik arah dan menuju tangga. Anehnya, begitu aku mendekati tangga, pintu kamar itu seperti di dobrak – dobrak lagi. Aku langsung lari mendekati pintu itu kembali, namun pintu itu langsung hening kembali.
Kejadian aneh apa ini? Aku langsung menuju tangga dan sedikit berlari menuju dapur. Di dapur aku membuat susu, begitu selesai dibuat aku meminum susu itu sambil mengemil makanan ringan di depan akurium yang ada di ruang makan.
Tak terasa aku telah menghabiskan waktu sejam lebih di depan akuarium. Aku memang punya kebiasaan dapat lupa waktu jika sudah berada di depan akuariumku itu. Aku melihat jam, waktu sudah menunjukan jam dua belas malam lebih. Aku beranjak dari tempat duduk dan pergi menuju kamarku.
Pintu kamar itu sudah tak ribut kembali. Aku merasa lega akan hal itu, apa jadinya jika kamar itu terus berbunyi seperti itu. Bisa – bisa aku tidak bisa tidur karena ketakutan. Begitu sampai di kamar, aku langsung mematikan lampu dan tidur di tempat tidur. Untungnya aku punya kebiasaan yang sangat berguna untu saat ini, yaitu aku biasanya langsung tertidur jika sudah menempelkan kepalaku pada bantal.
Aku tak tahu sudah berapa lama aku tertidur. Tapi tiba – tiba kelopak mataku ada yang menekan – nekan dan memaksanya untuk terbuka.
“ Oy Maya bangun dong!” Kata suara yang aku kenal, yaitu suara kakak tertuaku mas Arie.
Ia berhenti menekan kelopak mataku, lalu ia menyentuh kakiku dan menarik kakiku ke atas dan ke depan.
“ Cepet Bangun dong!” Kata suara mas Arie.
Kakakku yang satu ini memang terkenal akan kejailannya. Ia memang sering sekali melakukan hal seperti itu jika aku tidur. Mataku kembali ditekan – tekan dan dipaksa untuk terbuka.
“ Jangan ganggu aku dong mas! Aku capek nih!” Kataku kesal. Namun mas Arie semakin menjadi – jadi, ia terus memaksa kelopak mataku untuk terbuka.
“ Mas Arie…” Kataku terhenti. Bukankah mas Arie sedang dinas ke luar kota? Jika memang dia sudah pulang, bagaimana caranya ia masuk? Yang memegang kuci rumah saat ini kan hanya aku?
Aku langsung membuka mata. Dan yang ada di hadapanku adalah tembok. Jika memang mas Arie yang menggangguku tadi, bagaimana caranya? Di hadapanku kan tembok, aku sedang tak menghadap ke arah pintu kamar.
Aku langsung bangun dan melihat pintu kamar. Pintu kamar masih dalam keadaan tertutup. Aku mendekati pintu dan melihat pintu masih dalam terkunci. Apakah yang tadi itu hanya sebuah mimpi? Tapi terlalu nyata bagiku untuk sebuah mimpi.
Aku terkaget ketika hp milikku berbunyi dengan nada pesan. Aku langsung menghampiri hp ku dan membuka pesan itu. Ternyata pesan dari Arini.
May aku buru-buru pulang dari lembang
Sekarang aku lagi jalan ke rumah kamu
Ntar kalo aku udah sampe aku
Lempar kerikil ke jendela kamu
Seperti biasa…
Sabar ya buu…..
(^_^)
Seperti itulah bunyi dari pesan yang baru saja aku terima. Aku merasa sangat bersyukur banget karena Arini mau menemaniku di saat seperti ini. Aku tidak tahu lagi harus gimana jika Arini tak mengirim sms itu. Karena aku sudah dalam keadaan parno akibat dari kejadian – kejadian yang aku alami tadi.
Aku menunggu cukup lama tanda dari Arini. Waktu sudah menunjukan pukul setengah dua lebih. Tak lama terdengar suara benturan antara kerikil dengan jendela, tanda Arini telah tiba di bawah jendelaku. Jendela kamarku memang dapat langsung melihat ke jalan, karena jendela kamarku berada di sisi rumah danb menghadap langsung jalan perumahan.
Dengan rasa tak sabar aku mendekati jendela kamarku dan membuka horden jendela kamarku. Begitu horden hendela dibuka, kulihat ada seorang wanita dengan kepala pecah dan berlumuran darah menatapku dengan pandangan yang menusuk. Darah segar menetes ke bawah. Tentu saja ini lantai dua, wanita itu melayang tepat di jendela kamarku.
Rongga mata kanan wanita itu terlihat kosong. Tangan kanannya tak terlihat dan dari bahunya mengalir darah segar.
Karena saking terkejutnya, aku langsung tak sadarkan diri dan ambruk ke lantai.
Begitu terbangun ternyata aku sudah ada di tempat tidur. Kulihat kedua orang tuaku sedang melihatku dengan cemas. Ternyata kedua orang tuaku telah pulang dan masuk dengan menggunakan kunci duplikat.
Dari mereka aku mendengar bahwa temanku Arini telah mengalami kecelakaan sesaat setelah menerima telepon dariku. Meskipun kedua orang tua Arini selamat, namun naas bagi sahabatku itu, ia tewas seketika karena berada di belakang dan tertabrak terlebih dahulu dari arah belakang.
Ternyata sahabatku itu tetap cemas padaku meskipun ia telah kembali kepada-Nya. Ya Tuhan aku mohon tempatkan dia dalam sisi-Mu Tuhan. Semoga amal ibadahnya diterima oleh-Mu dan dihapuskan dosanya oleh-Mu. Amien.
Selamat tinggal sahabatku. Terima kasih telah menjagaku selama ini. Semoga kau tenang, Arini.