"Malam ini langitnya cerah sekali ya, bahkan bintang-bintang paling redup saja bisa terlihat dengan jelas" Jasmine membuka obrolan saat aku sudah duduk disampingnya.
"Ya benar, tapi ini kan malam senin. Memangnya besok tidak sekolah?"
"Besok ada tanggal merah, jadi aku dan kakek jam sebelas nanti harus berangkat untuk melaut"
"Melaut, jadi kau biasanya menghabiskan waktu liburanmu dengan menjadi nelayan. Wah keren, jarang sekali ada wanita yang berprofesi sebagai nelayan"
"Ya, jauh lebih baik ketimbang jadi pemulung" tatapan matanya yang sayu menatap ombak laut dan suaranya yang mengecil membuatku heran. "Pemulung? apa maksudmu?"
"Ya, sebenarnya aku bukan adik kandung Deryck. Aku cuma adik tirinya"
"Lalu bagaimana ceritamu hingga bisa tinggal disini bersama Deryck" pertanyaanku membuat Jasmine menghela nafas panjang.
"Sejak kecil aku terpisah dari orang tua kandungku, lebih tepatnya saat aku baru dilahirkan. Aku tidak pernah bertemu mereka ataupun tahu siapa mereka sebenarnya. Untungnya saat ketika aku sekarat dan hampir akan mati, Paman Herbie mau mengambilku dari kotak bayi dan membawaku pulang bersamanya. Paman Herbie adalah seorang pegawai pabrik ditempat yang tidak terlalu jauh dari tempat aku dibuang. Para warga bilang kalau aku cukup beruntung karena Paman Herbie mau mengangkatku sebagai anaknya sejak istri dan anak laki-lakinya tewas ditangan beberapa orang geng mafia. Bahkan aku lebih sering memanggilnya 'ayah' ketimbang 'paman'. Walaupun dia bukan termasuk keluarga berada, tapi yang pasti rasa terima kasihku padanya tidak akan pernah cukup karena aku tidak mungkin bisa hidup sampai sekarang kalau bukan berkat bantuannya selama ini, paman bahkan sampai rela kerja lembur siang malam hanya untuk menyekolahkanku, dan aku selalu senang tiap kali paman bahagia melihat rapot-ku yang selalu diisi dengan nilai bagus, walaupun tidak sedikit juga dari mereka yang membully-ku karena pekerjaan paman."
Sesaat Jasmine terdiam sampai aku bertanya padanya "Apa yang terjadi dengan Paman Herbie?"
Suara Jasmine terdengar mulai serak "Ya, Setahun setelah aku masuk SMA tiga orang berdasi mendatangi paman, setelah mereka berbincang-bincang mereka pergi meninggalkan paman dan paman memelukku dengan erat" ...
***
"Paman, siapa orang-orang tadi?" dengang terisak, Paman Herbie memeluk Jasmine setelah orang-orang itu pamit dan meninggalkan bilik rumah Jasmine.
"Tuhan pasti sangat menyayangimu nak, paman percaya Tuhan telah memberimu sebuah 'kelebihan'"
"'Kelebihan' bagaimana?"
"Orang-orang tadi berasal dari sebuah institut. Mereka bekerja disebuah perguruan tinggi dan mereka bilang mereka mengundangmu untuk kuliah disana dan mendapat beasiswa begitu kamu lulus nanti, nak."
"Tapi apa paman yakin mau menguliahkan Jasmine? Jasmine takut tidak bisa bertemu dengan paman lagi."
"Kamu nggak usah khawatir nak, paman akan berjuang agar kamu bisa kuliah. Melihat kamu mendapat gelar sarjana saja sudah membuat paman bahagia sekali." sekali lagi paman memeluk Jasmine dengan erat sambil masih berlinang air mata.
***
... "Masalahnya adalah kebahagiaan ini tidak berlangsung lama, setelah tahu bahwa aku akan mendapat beasiswa sesuatu terjadi. Saat aku pulang dari sekolah bermaksud untuk mengunjungi paman yang sedang bekerja, beberapa orang penjahat datang mencegat mereka. Mereka semua ditangkap dan dipukul habis-habisan bahkan paman-lah yang menerima serangan paling berat. Saat aku datang untuk paman mereka ternyata juga akan menyerangku, setidaknya sampai aku mengarahkan telapak tanganku kearah mereka dan sebuah cahaya merah keluar dari tanganku menembak kearah mereka. Aku masih melongo menatap tanganku yang berasap sampai aku sadar kalau polisi yang terkena seranganku tak sadarkan diri. Paman menyuruhku untuk lari dan saat aku berusaha kabur dari para polisi yang mengejarku dengan marah, tiba-tiba aku terjatuh ke dasar sebuah jurang tinggi. Saat aku membuka mata, aku sudah ada didalam rumahku dengan dikelilingi warga yang ingin mengunjungiku. Yang kuingat saat itu ketika aku sadar, para warga mengatakan kalau aku mengalami koma selama lima hari, bahkan ada juga yang bilang kalau sebenarnya aku sudah meninggal lalu kemudian hidup lagi, aku tidak tahu mana yang benar karena saat itu aku hanya memikirkan paman yang terbaring dikamarnya yang masih dalam keadaan koma."
Dengan cepat aku menyela cerita Jasmine "Tunggu sebentar, tanganmu mengeluarkan asap setelah menembakkan cahaya merah?"
"Ya aku tahu kedengarannya tidak masuk akal, tapi mungkin ini yang paman maksud sebagai 'kelebihanku', memangnya kenapa?"
"Tidak, aku hanya ingat saat pertama kali masuk kuliah. Ada anak berandalan yang menembakkan cahaya merah dari belati miliknya dan dia juga bisa punya sayap" aku menceritakan saat ketika aku masih berkelahi dengan Janax.
"Sayap ya, sebenarnya aku juga punya sayap seperti temanmu itu. Tapi aku tidak pernah benar-benar menggunakannya sampai aku tinggal disini bersama mereka."
"Aku malah sebaliknya, tidak punya sayap seperti kalian. Cuma ada sepasang tonjolan yang kumiliki sejak aku lahir dipunggung." ucapku mencoba membuat Jasmine tertawa.
"Mungkin nanti saatnya akan tiba, Gabe." balasnya sambil tertawa kecil.
"Tapi waktu orang-orang institut itu mengunjungimu, apa mereka tidak meninggalkan sesuatu untuk kalian?"
"Ya, mereka meninggalkan sertifikat ini." Jasmine memperlihatkanku sebuah sertifikat dengan cap berbentuk lambang kampusku.
"Oke, jadi bagaimana Paman Herbie-mu?"
"Ya, dua minggu kemudian Paman Herbie meninggal karena tidak sembuh-sembuh juga. Walaupun dua minggu setelahnya kakek dan nenek Deryck datang untuk mengadopsiku dan kakek neneknya sepakat untuk mengkuliahkan aku bersamanya apalagi kebetulan kampus yang ditawarkan orang-orang itu ke paman adalah kampus yang sama dengan kampus Deryck, namun tetap saja aku jadi merasa bersalah atas kematian paman" kulihat Jasmine mulai menitikkan air mata.
"Ini bukan salahmu, aku tahu Tuhan punya maksud yang terbaik untukmu"
"Kuharap begitu, dan aku harap aku bisa mengabulkan pesan terakhir paman saat sebelum dia meninggal"
"Apa itu?"
"Paman bilang, aku harus jadi sosok yang baik dan berguna bagi orang banyak. Tidak peduli walau aku pernah terlahir sebagai yang paling rendah kasta-nya, aku harus membuatnya bangga dengan prestasi dan pencapaianku dan aku harus selalu membela kepentingan umat manusia jika seandainya aku akan menjadi orang paling berpengaruh nantinya. Dan kelak ketika aku sudah menemukan sosok yang kucintai aku harus menjadi wanita yang terbaik untuknya"
"Waow pamanmu benar-benar mendukungmu ya bahkan disaat-saat terakhir sekalipun"
Cuaca malam semakin cerah dan bulan bintang diatas langit sana semakin terang cahayanya. Kami berdua menikmati pemandangan laut malam hari yang indah ini ketika perlahan kurasakan kepala Jasmine mulai bersandar dibahuku dan matanya mulai terpejam. Gadis kecil ini ternyata sudah banyak mengalami masa-masa berat bahkan sampai harus kehilangan orang yang paling disayanginya, sama sepertiku. Minggu malam ini benar-benar damai dan mengharukan, Aku pun ikut terpejam dan menyandarkan kepalaku ke kepalanya. Suasana dingin ini membuat kami terlena lalu tertidur entah sudah berapa lama sampai kakek memanggil Jasmine.
"Jasmine, sudah jam sebelas. Ayo kita berangkat" teriak si kakek didekat sebuah perahu yang ditambatkan dirumah tetangganya. Mendengar panggilan itu Jasmine terbangun.
"Iya kek, Jasmine kesana"
"Sebaiknya kau berangkat sekarang, sepertinya kakekmu sudah siap untuk berlayar"
Perlahan kami saling bertatapan, sepasang mata kami saling melekat satu sama lain dan perlahan bibir kami semakin mendekat hingga bibir Jasmine tiba-tiba didekatkannya ke telingaku.
"Giliranmu untuk bercerita besok, ya?" bisik Jasmine lalu berlari mendekati kakeknya yang sudah diatas kapal.
Mendengar bisikan itu aku tersenyum. Terlihat disana Jasmine melambaikan tangannya kearahku sebelum perlahan kapalnya menghilang diantara pekatnya malam .