-Jasmine POV-
Rentetan kembang api yang menghujam angkasa telah berlalu. Aku kembali mendekat kearah teman-temanku yang masih menikmati makanan-makanan hangat, bersama para pengunjung lainnya ditengah banyaknya orang-orang dan tenda-tenda. Saat yang lainnya menawariku ayam panggang, aku malah mendekat kearah tenda.
"Jassie, mau ayam bakar?" sahut Jordan dan Steward bersamaan.
"Sisakan saja untukku nanti, aku mau tidur sebentar." balasku pada mereka. Yang lainnya tampak heran dengan senyumanku dan raut wajahku yang memerah, sementara Jordan dan Brian memperlihatkan padaku senyuman tipis dan acungan jempol secara sembunyi-sembunyi.
Didalam tenda aku berbaring dan mulai menutup tubuhku dengan selimut tebal. Rona merah dan senyum simpul ini masih melekat di wajahku, teringat apa yang tadi kulakukan bersama Gabriel di puncak bukit batu. Degup jantungku bertambah cepat dan kuat tiap kali aku memikirkan ciuman pertama itu. Namun aku berusaha tetap tenang dan mulai memejamkan mataku perlahan-lahan.
-Rachel POV-
Waktu sudah menunjukkan pukul 2 malam. Aku sedikit merasa aneh dengan Jasmine karena sejak tadi hanya dia yang belum menikmati makanan. Ditambah lagi sudah dua kali dia menghilang hari ini, pertama saat kami mendirikan tenda, dia malah menghilang dan berkumpul dengan tiga orang teman Gabriel yang mungkin sudah dikenalnya sejak kami berusaha membuat Gabriel dan Jasmine berteman akrab. Yang kedua saat tengah malam ketika ratusan kembang api menghiasi langit, dan sekarang Jasmine malah memutuskan untuk tidur. Sebenarnya ada apa dengan gadis kecil berambut panjang dan berponi tebal ini?
"Oke, sudah jam 2 malam. Aku duluan ya ke tenda." kata Felicia, lalu kemudian dia mendekat masuk kedalam tenda Jasmine.
"Yap, sepertinya aku juga harus ke tenda." timpal Joshua.
"Hei, tidak biasanya kau se-lembek ini." ejek Josiah dengan diiringi tawa oleh yang lainnya. Joshua hanya mendengus.
Walaupun kami masih disini menikmati malam dengan obrolan ringan, namun pada akhirnya satu per satu dari kami mulai ikut masuk kedalam tenda masing-masing. Dan yang tersisa sekarang hanya aku dengan pria ini. Si wajah polos dengan rambut pendek sedikit acak-acakan bernama Mackey. entah memang wajahnya seperti itu atau raut polos itu hanya dibuat-buat.
"Kau belum tidur?" Mackey mencoba mencairkan suasana canggung diantara kami ketika dilihatnya aku sedikit grogi sambil memegang botol minuman.
"Emmm tidak. Aku masih belum mengantuk."
"Ya terserahlah, mau tambahan? karena kulihat isi botolmu mulai habis." tanya Mackey sambil menawariku sekaleng minuman. Aku terpaksa mendekat dan duduk disampingnya, jarak kami tidak terlalu dekat namun aku bisa merasakan hawa tubuhnya yang hangat seolah memancar dan menyentuh permukaan kulitku yang kedinginan.
"Kau tahu apa yang terjadi pada Jasmine?" setelah dua menit suasana kembali canggung, aku mulai membuka obrolan sambil membuka minuman kaleng ini.
"Entahlah, kau yang lebih akrab dengannya kan? kukira kau tahu ada apa dengannya, karena saat acara kembang api tadi dia malah menghilang." jawab Mackey. Sepertinya dia menyembunyikan sesuatu.
"Aku tidak tahu, yang kutahu dia selalu murung sejak beberapa hari sebelum natal. Mungkin itu ada hubungannya dengan yang terjadi padanya hingga dia dua kali menghilang sepanjang malam ini."
"Kau tahu sebabnya?"
"Yah ... temanmu Gabriel ikut menginap bersama kami dirumah Deryck saat menjelang UAS. Sepanjang dua minggu itu mereka terlihat sangat akrab, sebenarnya salah kami juga karena berusaha mendekatkan mereka satu sama lain. Kami melakukannya awalnya hanya sekedar bercanda. Aku tidak tahu kalau ternyata mereka berdua benar-benar saling menyukai. Apalagi Gabriel sudah pernah merasakan kehilangan seseorang yang dicintainya. Aku yakin pasti ada sedikit perasaan dalam hatinya untuk bisa memiliki pasangan hidup lagi." ujarku sambil menyinggung soal Gabriel dan Jasmine.
"Ya, kau tahu. Ditinggal mati istri sendiri akibat kecelakaan jelas akan membuat pria manapun merasakan yang namanya depresi, terutama jika mereka baru menikah dan belum punya momongan. Aku bisa merasakan apa yang dirasakannya, apalagi kami sudah berteman akrab sejak lama."
"Jasmine juga sempat bercerita padaku soal Gabriel. Diantara kami para wanita, sepertinya hanya aku yang paling akrab dengannya, jadi Jasmine hanya meceritakan keluh kesahnya padaku. Dia selalu bertanya banyak hal seputar Gabriel, bahkan hingga ke hal-hal paling pribadi. Padahal tidak banyak yang kutahu seputar Gabriel karena memang dia tidak banyak bicara seputar kehidupannya di kampus yang selalu diwarnai dengan masalah."
"Masalah, masalah seperti apa memangnya?" Mackey menoleh kearahku dengan sedikit terkejut.
"Dia sering dibully oleh beberapa teman satu jurusan-ku. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dari tim football. Kau tahu lah seperti apa kebiasaan anak-anak pecinta olahraga seperti mereka kalau bertemu dengan anak-anak lain yang dipandangnya rendah. Apalagi pada Gabriel, sejak teman satu jurusannya, Phillip, pernah diganggu oleh mereka." entah kenapa aku malah membicarakan soal si sialan Janax itu pada Mackey. Namun Mackey menanggapinya dengan wajah datar.
Malam semakin larut, kami berdua menatap bintang-bintang yang sama diatas langit yang sama. Duduk didekat api unggun ternyata masih belum cukup untuk menghangatkan diri ditengah lautan tenda diantara salju-salju ini. Mackey menutup tubuhku dengan jaketnya ketika dilihatnya aku mulai bersin-bersin, namun tanggannya tetap menggenggam bahuku hingga membuatku bersandar di bahunya.
"Rach, aku ingin kau melakukan sesuatu untukku." suara itu membuyarkanku sesaat ketika mataku hampir terpejam.
"Tentu saja, apapun itu."
"Aku ingin kau menjaga Gabriel untukku selama kalian dikampus nanti. Jangan sampai sesuatu yang lebih buruk terjadi padanya. Kumohon padamu, lindungi saudaraku disana."
aku hanya menjawab pelan. "Dengan nyawaku, Mack."
-Gabriel POV-
-Hari keenam tahun baru-
"Heeh jadi yakin mau sama Rachel!?" Ujar Jordan terkejut saat Mackey mengatakan kalau dia mulai tertarik pada Rachel.
"Padahal baru kenal, jangan terburu-buru begitu kenapa!?" Brian pun ikut protes dengan pilihan Mackey.
Kami berempat sedang bersantai di halaman belakang rumahku, sambil menikmati minuman hangat dan makanan manis. Cuaca masih dingin meskipun hari sudah menunjukkan pukul sembilan setengah, namun kebersamaan ini membuat segalanya terasa hangat.
"Kau sendiri gimana Gabe? soal Jasmine?" tanya Mackey tanpa memperdulikan mereka berdua.
"Hey, jangan mengalihkan topik pembicaraan!!" Bentak Jordan dan Brian bersamaan.
"Kalian iri ya karena masih belum punya?" ejek Mackey. Aku hanya tertawa kecil melihat muka kesal mereka berdua karena ucapannya. Sudah nyaris seminggu di tahun baru ini dan rasanya aku tidak ingin kebersamaan ini cepat berlalu, tapi apa mau dikata. Waktuku berlibur disini hanya tersisa satu hari lagi, ya hari ini hari terakhir aku disini.
***
Karena besok pagi aku akan berangkat, sore ini kuputuskan untuk mampir lagi ke Gereja Saint Nathaniela untuk berpamitan pada Paman Corey. Aku langsung berjalan ke bagian belakang gereja dan kudapati disana paman tengah asik membaca sebuah buku.
"Selamat sore, Gabriel. Ada perlu apa?" sapa paman dengan suara ramahnya yang khas. Tangannya yang agak keriput menyuguhkanku segelas teh hijau.
"Hai paman. Gabriel hanya sekedar mampir karena besok sudah harus kembali ke kampus." jawabku dan langsung mengambil segelas teh hijau yang ditawarkan paman padaku.
"Itu buku apa, paman?" yang ditanya malah balik bertanya sambil menyerahkan buku itu.
"Pernah dengar istilah 'Ashgard'?"
"Hmmm negeri diujung dunia yang dipimpin seorang raja bernama Odin dan kedua putranya yaitu Loki dan Thor." jawabku seenaknya sambil nyengir. Paman tertawa mendengarnya.
"Bukan, bukan 'Ashgard' yang itu. Yang ini beda lagi."
"Belum pernah dengar, paman."
"Yah, istilah ashgard memang jarang didengar manusia. Ashgard adalah kebalikan dari Nephilim, yaitu manusia setengah iblis. Mereka terlahir dari hubungan haram antara manusia dengan iblis."
"Tapi bagaimana bisa? Apa para iblis juga ..."
"Tidak tidak, kalau nephilim terlahir karena para malaikat tertarik dengan manusia lantas menikahi mereka, sementara ashgard ... yah, saat era paganisme masih berlanjut tepatnya saat menjelang zaman perjanjian baru, banyak manusia waktu itu yang berbuat dosa bahkan sampai bersekutu dengan iblis. Persekutuan ini menghasilkan perjanjian dimana pihak manusia harus menyerahkan persembahan pada pihak iblis. Ada yang berupa tumbal, sesaji, dan ada yang berupa tubuh si manusia sebagai pemuas nafsu si iblis (tumbal perawan). Perzinahan itulah yang kemudian tanpa disadari si manusia telah melahirkan anak haram yang disebut 'ashgard' dan konon, ada yang bilang kalau saat ashgard terlahir, mereka dibabtis langsung oleh Satan dan Lucifer sendiri. "
"Karena dianggap sebagai ancaman, maka Saint Raphael bersama tujuh puluh ribu bentara-nya dikirim untuk melakukan genosida terhadap kaum ashgard. Selama ratusan tahun keberadaan mereka tidak terlihat lagi, akhirnya pihak gereja khatolik vatikan menyatakan kalau mereka benar-benar punah. Namun beberapa tahun terakhir, Sri Paus di vatikan sempat terkejut saat menerima laporan dari beberapa gereja khatolik di dunia yang menyebutkan bahwa mereka mengaku melihat beberapa orang yang membaur diantara masyarakat yang diyakini sebagai ashgard."
"Jadi mereka masih hidup dan sudah kembali ke bumi?" sela-ku saat paman terdiam.
"Secara pendapat pribadi, iya, paman percaya mereka kembali ke bumi entah untuk tujuan apa. Namun kebenarannya masih jadi perdebatan sampai sekarang."
"Satu lagi urban legend yang cukup hmmm spooky." aku mendehem sambil mengambil buku itu kala paman menyerahkannya padaku.
"Silahkan kalau Gabriel mau bawa buku itu ke kampus."
"Yang benar paman?"
"Iya, yang penting jangan sampai rusak ya. Paman belum sempat melanjutkan salinannya jadi bawalah lagi kesini buku itu saat Gabriel liburan lagi."
***
Sangat berkesan liburanku di tahun pertama ini. Sayap baru, ciuman pertamaku dengan Jasmine, pengetahuan seputar malaikat dan iblis, perjumpaan dengan paman corey ... yah, kuharap bisa lebih baik lagi aktifitasku di liburan yang akan datang.
Singkat cerita, aku kembali pulang kerumah dan mengemas barang-barangku. Malam harinya, kami semua mengadakan acara makan malam lagi sebelum aku, om dan tante berangkat besok pagi.