"Indra, kok tumben kemaleman? trus kenapa kepala kamu diperban gitu?" Bayu menyambutku saat dia melihat aku datang dalam keadaan senar gitar putus dan kepala diperban.
"Iya tadi abis jatuh dari bis. Nih aku bawa bahan-bahan buat masak" lagi-lagi aku terpaksa berbohong agar Bayu tidak terlalu mengkhawatirkan aku.
"Wah, aku sama Nindy baru aja selesai makan tadi. Tuh lauk masih ada buat kamu"
"Lha terus nih bahan-bahan gimana?"
"Yaudah buat besok pagi aja"
"Yaudah aku mandi dulu ya sekarang terus makan"
"Yakin nggak pa pa soal kepalamu itu?"
"Udah jangan dipikirin, yang sakit itu kepalaku bukan badanku" aku menjawab dengan sedikit bercanda. Bayu hanya tertawa mendengarnya. Selesai mandi dan makan kuputuskan untuk tidur lebih awal karena besok aku harus bangun pagi-pagi sekali. Bukan untuk mengamen tapi untuk menemui Imam dan memulai pekerjaan pertamaku besok.
Pukul enam pagi aku sudah selesai mandi dan makan. Kini aku dengan terburu-buru mengenakan kaos kaki dan sepatu dan Nindy yang juga berada duduk disebelahku tersenyum melihat kegesitanku.
"Semangat banget kak, mau kemana emang?"
"Kakak dapet kerjaan baru, nggak perlu lagi ngamen" ucapku seraya mengecup kening Nindy.
"Kerjaan baru? kerjaan apa emang?"
"Mau tau aja nih, dah berangkat sekolah sana"
"Kakak pelit !!" aku merasa senang karena kami masih bisa bercanda saat kami sudah waktunya untuk sibuk ke masing-masing pekerjaan kami. Setelah Nindy berangkat bersama teman-temannya Bayu keluar dari rumah bersama gitarnya.
"Kamu yakin Ndra nggak ngamen hari ini?"
"Nggak pa pa Bay, aku lagi dapet kerjaan nih dan ini hari pertama aku"
"Oke, sukses ya hari pertamanya"
"Sippp makasih Bay" Bayu pun berlalu meninggalkanku yang pergi ke arah yang berbeda. Setelah sepuluh menit menaiki bis aku tiba di Jalan Daan Mogot. Turun dari halte busway aku berjalan keluar jembatan dimana diujung jembatan penyebrangan sana Imam yang mengenakan setelan jaket hitam menungguku.
"Pagi Ndra, nih aku bawa capuchino"
"Pagi juga Mam, makasih"
Ada sebuah mobil yang dikendarai dua orang berpakaian kulit. Satu orang botak dan yang memegang setir berambut kuncir kuda. Saat kami masuk mobil itu si botak memberiku jaket kulit hitam dan sebuah tanda pengenal, entahlah aku belum pernah melihat kartu seperti ini. Kami berkendara menuju Bandara Soekarno-Hatta dan setibanya disana kami masuk ke wilayah lapangan terbang setelah kami memperlihatkan kartu yang tadi kudapatkan dari si botak. Aku terkagum-kagum melihat ada begitu banyak pesawat disana-sini.
"Kok bengong gitu?" Imam tertawa melihatku melongo menatap begitu banyak pesawat yang lepas landas, mendarat dan yang tengah diambil muatannya.
"Aku emang udah pernah beberapa kali naik pesawat tapi aku belum pernah masuk ke landasan pacu secara langsung sebelumnya. Keren"
"Udah tenang aja, lain kali kalo lagi empty-job kita kesini lagi dan lain kali aku bakal bawa kamera buat foto-foto."
"Mau tahu satu rahasia kecil Mam?"
"Apa tuh?"
"Sejak kecil aku pernah pengen jadi pilot bahkan sampai mati-matian belajar matematika dan selalu dapet nilai diatas rata-rata walaupun nggak begitu bagus."
"Kalo aku sih palingan pengen jadi pramugari pria aja hahahahaha"
"Hahahahaha eh ngomong-ngomong kita nungguin apa sih?"
"Itu dia baru nyampe"
Ada sebuah pesawat kargo yang baru saja mendarat. Beberapa pekerja pengangkut barang memanggil kami menyuruh untuk mendekat. Aku agak ketakutan melihat beberapa pekerja itu menatap tajam kearahku.
"Siapa dia?" seorang pekerja bertanya pada Imam sambil menunjuk kearahku
"Anggota baru"
"Mereka siapa sih Mam?"
"Tenang aja Ndra, mereka orang-orang kita"
Kami membawa masing-masing dua koper kedalam mini-truck yang langsung pergi meninggalkan bandara. Perjalanan ke tujuan sejauh ini cukup lancar mengingat kami melintasi jalan bebas hambatan dan cuacanya sangat cerah dan bersahabat. Aku merasakan sesuatu yang agak aneh dengan saat ketika kami masih berada dibandara tadi.
"Tadinya aku kira kita bakal nganter banyak muatan, taunya cuma empat koper"
"Sebenarnya ada banyak barang yang mau diantar, tapi berhubung kamu anggota baru kita nganternya dua koper aja dulu. Selebihnya biar orang lain aja yang anter"
"Emang biasanya bisa ampe berapa koper?"
"Kadang satu orang nganter enam koper pake motor, kadang juga belasan koper pake mobil sport"
Tiba di tujuan kami menyerahkan koper-koper ini dan menerima imbalan. Setelah itu kami kembali ke tempat lain untuk pengantaran lainnya hingga tiba pukul lima sore kami pulang ke kediaman Pak Torro untuk menyerahkan laporan dan mengambil bayaran untuk kami. Aku bernafas lega saat melihat uang lima ratus ribu digenggaman tanganku. Bahkan Imam memberikanku sebuah HP baru yang cukup canggih buatku.
"Tuh HP bukan sekedar buat mainan, kalau kamu dapet sms dari aku kamu harus dateng tepat waktu"
"Oke rebes boss" Aku berpamitan pada Imam dan langsung pulang, hingga diperjalanan aku merasa mencium bau yang aneh. Bau itu berasal dari sedikit serbuk yang menempel dilengan jaketku. Ah iya aku ingat serbuk itu sedikit tumpah dari koper-koper kami. Aku mulai curiga sendiri didalam bis ini sebenarnya apa isi koper-koper itu? Dua orang polisi berpakaian preman yang sejak tadi mengawasiku didalam bis mulai curiga padaku. Dengan tenang aku menuruni halte diwilayah Daan Mogot ketika dua polisi itu mulai mengikutiku. Sadar mereka mengincarku aku buru-buru berlari dan mereka berdua mulai mengejarku. Aksi lari-larian terulang kembali bedanya kali ini polisi yang mengejarku lebih gesit dari para preman-preman yang waktu itu. Aku agak kesulitan melompati tiap pagar, atap, dan dinding yang ditanami pecahan beling dan kawat berduri, bahkan aku harus membuang jaket kulitku untuk menghilangkan jejak diantara kerumunan pedagang kaki lima yang sedang ramai-ramainya dipinggir jalan. Namun pada akhirnya aku kembali berhasil meloloskan diri dan tiba dirumah dengan selamat. Bayu dan Nindy menyambutku dengan ramah.
"Gimana hari pertamanya?"
"Lumayan walaupun agak berkeringat" ujarku sambil memperlihatkan uang yang kuperoleh.
"Kakak makan gih, tuh lauknya masih ada" Nindy menawariku makan malam namun kuputuskan untuk mandi lebih dulu membersihkan diri dari bau menyengat yang sempat membuatku dikejar dua polisi tadi. Pukul sembilan malam, selesai mandi dan makan malam aku pergi ke warung makan didepan gang untuk membeli kopi hangat dan membeli es teh karena kurasakan tubuhku masih agak panas. Aku langsung naik keatas atap menemui Bayu sembari menawarkan kopi padanya.
"Cieee yang hari pertamanya sukses, wah kopi nih makasih ya"
"Iya udah kita minum dulu"
"Yakin mau minum es dingin-dingin gini?"
"Badanku kepanasan malah, makanya beli es"
Malam yang menyenangkan ini kami habiskan seperti biasa dengan bernyanyi mengiringi hembusan angin malam dan merdunya suara jangkrik yang bersahut-sahutan. Bulan diatas sana juga semakin terang benderang karena asap polusi yang agak sedikit malam ini. Masa bodoh, yang penting hari pertama ini sukses dan semoga hari kedua lebih menantang dan sesukses hari ini.