Makhluk itu menggeram penuh amarah dihadapanku. Gigi-giginya yang berbentuk taring semua terpampang jelas. Lidahnya yang panjang menjulur membelit pipi dan leherku. Tubuhku masih mati rasa. Aku berusaha sebisaku meraih potongan besi didekatku namun tanganku masih tidak bisa bergerak bebas. Sial, berapa lama lagi efek bius ini akan berakhir? Puas menjilatiku, makhluk ini mendekatkan gigi-giginya kearah leherku mencoba untuk mengunyah daging leher dan menghisap darahku.
Kudengar diluar sana suara letusan senjara mesin, beberapa pemuda dengan berpakaian seperti tentara lengkap dengan mengenakan topeng gas tengah sibuk memuntahkan begitu banyak timah panas dari senjata-senjata mereka. Sebagian lagi melempar gas penenang kearah sekumpulan monster yang berada didalam gedung tempat aku terbaring ini. Makhluk dihadapanku melepaskan leherku dan berlari menjauh sebelum salah satu dari mereka berhasil menembakinya. Aku bersyukur karena masih bisa hidup disaat ketika kukira ajalku akan datang ... lagi. Aku menghela nafas dan menutup mataku yang sudah sayu sejak tadi.
"Masih ada banyak didalam gedung ini"
"Gunakan peluru tajam, dan arahkan tembakan kalian tepat di kepalanya"
"Jangan biarkan lolos, basmi semuanya tanpa terkecuali"
"Hey!! ada warga sipil yang selamat disini! bahunya terluka parah!"
"Minta lebih banyak bantuan kesini, dan bawa orang ini ke konvoi"
"Sial, si preman ini berat juga"
"Angkat dia ke meja operasi dan bawakan aku alat-alat bedah"
"Tadi ada satu Yacd yang mendekati pria ini, kami berhasil membunuhnya sebelum Yacd itu berhasil membunuh pria ini"
"Kirim lebih banyak tambahan orang kesana, sekalian bawa senjata-senjata berat"
"Periksa sekujur tubuhnya termasuk luka dibahunya, pastikan tidak ada parasit yang terlanjur masuk ke tubuhnya"
***
Kurasakan tubuhku yang menggigil mulai hangat perlahan. Kusadari aku terbaring disebuah sofa dengan tubuh terbalut selimut tebal yang hangat. Kurasakan pula tubuhku sudah membaik dan tidak mati rasa. Kutatap sekelilingku ada sekitar belasan truk besar dan beberapa mobil yang bannya sudah diganti dengan ban untuk medan berat. Di dekat sofa tempat aku berbaring ada beberapa meja dengan payung besar dan dibelakang sofa ini ada sebuah truk. Tempat aku berbaring ditutup oleh sebuah terpal yang melindungiku dari silaunya mentari pagi. Seorang gadis kecil menatapku dengan wajah polosnya.
"Selamat pagi tukang tidur"
"Aku ada dimana, dan kau siapa?"
"Aku Balqis, kau ada di salah satu iring-iringan truk kami"
"Kami? memangnya kau bersama siapa saja?"
Seorang gadis muda tomboy berambut bob duduk di meja dekat sofaku. Terlihat dia tengah sibuk mengisi ulang senjata mesinnya.
"Syukurlah kau sudah sadar"
"Apa yang terjadi, dan kalian siapa?"
"Apa yang kau lakukan didalam Rumah Sakit itu semalam?"
"Ada beberapa makhluk aneh menyerangku, aku mencoba mencari bius untuk menjahit lukaku"
"Kau beruntung masih bisa hidup, ada dua puluh Yacd yang bersarang di tempat kau terbaring semalam. Tadinya kami berniat membunuhmu juga tapi untungnya parasit dari Yacd itu tidak sempat masuk ke tubuhmu"
"Yacd, apa itu Yacd?"
Sesaat Balqis dan gadis tomboy itu terdiam lalu kemudian melanjutkan kembali obrolan kami.
"Monster yang kemarin menyerangmu itu, dulunya dia manusia juga. Namun sekarang dia sudah terinfeksi virus HIV yang sekarang sudah berevolusi sejak kejadian buruk tanggal 12 April 2027"
"Virus HIV berevolusi sejak tanggal 12 April 2027? apa yang terjadi memang ditanggal itu?"
"Bencana besar yang membumihanguskan seisi daratan di bumi, membuat jutaan umat manusia musnah karenanya. Hanya sedikit yang bertahan dan lebih dari setengahnya sudah terinfeksi virus ini. Yang lebih buruk lagi, mereka yang terinfeksi sekarang malah jadi pemangsa manusia. Dan soal pertanyaanmu tadi, monster-monster ini kami menyebutnya Yacd"
Terkejut mendengar itu semua, aku bangun dari sofa ini dan mencari mantelku. Kulihat disekelilingku, semua yang bersantai diantara truk-truk besar ini melongo melihatku kebingungan atas apa yang ada disekitarku ini.
"Kalian dari kota mana, dan mau berangkat kemana?"
"Kami semua dari Bandung dan sedang mengadakan perjalanan ke Bandara Soekarno Hatta" si tomboy ini menjawab pertanyaanku sambil masih asik dengan senjatanya.
"Ada apa di bandara itu memangnya?"
"Kami dapat bocoran bahwa ada beberapa pesawat kargo besar yang disimpan dalam sebuah bunker rahasia disana, kami mau mengambilnya agar kami semua bisa mengungsi ke Aceh. Disana ada sebuah kamp besar yang dihuni para koloni pengungsi dari berbagai penjuru provinsi"
Aku masih menggaruk-garuk kepalaku, masih terasa membingungkan atas apa yang terjadi disini. Walaupun ada sedikit hal yang kupahami, yaitu tidak banyak manusia yang 'masih utuh' disini dan kebanyakan hanya orang-orang kanibal berkulit merah yang mereka sebut Yacd.
"Tanggal berapa ini?"
"23 September 2028" gadis kecil ini menjawab pertanyaanku.
"Aku harus pergi ke suatu tempat"
"Sebaiknya jangan, ada banyak Yacd diluar sana yang sedang kelaparan"
"Kau tidak mengerti, aku harus temui dua orang yang tinggal di kota ini"
"Yacd selalu menyerang secara bergerombol, apa yang membuatmu berpikir kalau kau bisa menangani mereka sendirian dalam kondisi fisik seperti itu" si tomboy itu ikut bicara disini.
"Jangan khawatir, aku sudah sering main game dan nonton Resident Evil, aku tahu caranya bertahan hidup"
"Yacd bukanlah zombie, mereka adalah jenis makhluk berbeda"
"Tapi tetap bisa dibunuh dengan cara yang sama, iya kan?" aku mulai berani menyela mereka.
"Hei bung, kau masih bisa hidup setelah kemarin kau nyaris mati dan sekarang kau malah ingin pergi ketempat yang bisa membunuhmu kapan saja?" seorang pria negro bertopi keluar dari salah satu truk dan memandang kearahku. Sesaat terdiam lalu kulanjutkan obrolan aneh ini.
"Bukan hanya kalian yang harus mengungsi itupun kalau memang bencana ini nyata. Aku harus pastikan dua orang saudaraku dalam keadaan baik-baik saja"
Sekarang semua orang terdiam, sebagian dari mereka berpikir kalau masih ada dua orang yang bisa membantu dalam perjalanan ke bandara dan sebagian lagi berpikir kalau aku akan jadi santapan makhluk-makhluk merah itu. Si tomboy kini melempariku dengan sebuah kunci.
"Pakailah motorku didalam truk merah itu, dan biarkan Balqis ikut bersamamu"
"Arini, apa-apaan yang kau lakukan itu!?" si negro berteriak pada si tomboy itu.
"Jadi namamu Arini?" aku mengantongi kuncinya ke celanaku.
"Dan kau berhutang identitas padaku setelah kau kembali nanti"
Aku melangkah ke truk merah besar yang ditunjuk oleh si tomboy bernama Arini ini. Ada dua Suzuki GSX disini dan salah satunya sudah dinaiki oleh Balqis. Ya sudah, berarti cuma satu motor disini yang akan kupakai. Dibawah sinar mentari nan cerah ini aku mulai berkendara bersama bocah kecil dengan shotgun dipunggungnya, aku hanya ingin memastikan apa yang terjadi pada Asyam dan Fajrin dan apakah mereka masih hidup.