Sepanjang perjalanan aku diliputi kebimbangan, disatu sisi aku harus menolak tawaran itu karena takut Bayu dan Nindy akan mengkhawatirkanku sedangkan disisi lain harus menerima tawaran itu karena upahnya yang lumayan. Dua puluh juta lebih dari cukup untuk semua rencana yang sudah kami catat untuk dikemudian hari. Sampai aku tiba dirumah aku masih memikirkan tawaran itu, bahkan sekarang ada hal lain yang membuatku bingung. Kenapa rumah ini dikunci, apa Bayu dan Nindy belum pulang dari aktifitas mereka masing-masing atau memang mereka sedang pergi tanpa mengajakku?
"Nak Indra!!" salah satu tetangga Bayu menghampiriku, itu Bi Iyah tukang jual makanan disebelah pintu masuk gang.
"Kenapa Bik?"
"Nganu nak, Bayu tadi dibawa temen-temennya ke Rumah Sakit Husada"
Mendengar ucapan itu aku tersentak, tanpa memperdulikan Bi Iyah aku berlari menyambar kendaraan umum yang lewat berharap bisa secepatnya tiba di Rumah Sakit Husada.
Tiba disana aku melihat Nindy dan beberapa teman Bayu duduk menunggu di kursi untuk pengunjung. Kulihat disana Nindy menutup wajahnya dengan kedua tangannya sementara teman-teman Bayu sibuk menenangkannya. Aku berlari mendekati mereka mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada Bayu.
"Nindy, Bayu kenapa?" yang ditanya malah diam saja dan masih menutup wajahnya. Salah seorang dari mereka mulai menjelaskannya padaku.
"Tadi kita bareng Bayu lagi istirahat sambil makan bareng, taunya ada beberapa anak preman wilayah situ yang dateng malakin kita-kita. Karena cuma Bayu yang ngasih duit setoran yang jumlahnya paling dikit jadinya dia yang dikeroyok. Kita udah berusaha nolongin tapi jumlah mereka terlalu banyak dan kita semua diiket tadi. Kita berhasil kabur pas ada POL PP yang dateng tapi Bayu pingsan pas kita udah jauh dari POL PP dan luka-lukanya makin parah"
"Bayu-nya sendiri gimana, udah ada kabar dari dokter atau belum?"
Ada seorang dokter yang keluar dari ruangan tempat Bayu terbaring. Terlihat dokter itu sudah bisa menyimpulkan kondisi Bayu saat ini ketika kami mendekatinya, aku hanya berharap kami tidak menerima kabar buruk.
"Teman kalian kondisinya parah tapi jangan khawatir, kami akan berusaha semaksimal mungkin jadi sebaiknya begitu dia sudah keluar dari Rumah Sakit jangan suruh dia melakukan pekerjaan berat dulu sampai kondisinya benar-benar pulih"
Kami semua tertegun mengetahui kalau Bayu dalam keadaan koma. Untuk sesaat aku merasa lebih baik saat kuketahui kalau Bayu masih punya harapan untuk sembuh hingga seorang dokter mengajakku menjauh untuk bicara empat mata sementara teman-teman Bayu sudah pulang satu per satu.
Selesai bicara dengan dokter itu, aku berjalan mendekat kearah Nindy dengan langkah gontai. Nindy sudah tahu kalau wajahku secemberut ini artinya memang ada yang tidak beres.
"Apa masalahnya kak?"
"Nggak pa pa, kakak cuma mau tau siapa yang udah nyakitin abang kamu, kakak cuma mau mastiin kalo mereka nggak akan dateng kesini untuk nyakitin kamu"
"Nindy bisa jaga diri kok kak, Nindy cuma nggak tau mau cari duit dimana buat bayar biaya rumah sakit?"
"Makanya kakak harus tau siapa yang udah ngelakuin ini semua, kakak udah dapet cara buat bayar biaya rumah sakit, tapi masalahnya kakak harus pergi untuk waktu yang agak lama. Itu sebabnya kakak harus pastiin dulu kalo Nindy bakalan baik baik aja selama kakak pergi nanti"
"Emang kakak mau kemana dan berapa lama?"
"Maksimal dua bulan tapi kalo kakak bilang ke kamu kemana kakak pergi, kakak yakin kamu nggak bakalan mau maafin kakak"
"Cerita aja kak, Nindy bisa tutup mulut kok"
"Yang penting kakak harus tau siapa yang udah lakuin ini semua, kakak janji setelah ini selesai kakak bakalan jelasin semuanya asal Nindy nggak marah sama kakak"
"Yang tau siapa mereka cuma temen-temen Bang Bayu yang tadi kesini dan mereka biasanya ngumpul di stasiun Manggarai, ya udah nggak pa pa Nindy nggak bakalan marah kok tapi Nindy harap Kak Indra nggak bakal mencoba ngelakuin sesuatu yang buruk"
Aku langsung melangkah keluar dari rumah sakit setelah kukecup kening Nindy. Akan lebih baik jika Nindy tidak tahu banyak tentang apa yang sudah terjadi dan apa yang akan terjadi padaku. Aku menyayangi mereka berdua lebih dari aku menyayangi adik kecilku yang sekarang sudah kutinggalkan. Kali ini tekadku sudah mantap, aku sudah tidak lagi merasakan keraguan di batinku.
"Jadi kamu sudah yakin nak Indra, yakin untuk terima tugas ini?" Pak Torro mencoba menguji keyakinanku saat aku berada diruangannya menyatakan diri bahwa aku sudah siap.
"Iya pak, keputusan saya sudah mantap untuk ambil tugas ini"
"Baiklah saya akan persiapkan segala yang kamu butuhkan untuk bisa masuk kesana dan keluar dengan mudah bersama Aldo"
"Baik pak, tapi sebelumnya ada dua hal yang saya mau"
"Apa itu?"
"Pertama, saya harus tahu seluk beluk seputar wilayah Nusakambangan, mulai dari bentuk bangunannya, seberapa ketat penjagaannya, aktifitas rutin para sipir dan tahanannya, semuanya"
"Akan saya cari tahu itu, dan apa keinginan keduamu?"
"Yang saya tahu Nusakambangan itu adalah penjara yang dikhususkan untuk para bandar narkoba, dan nantinya akan ada satu hal berbeda yang akan saya lakukan, bapak harus pastikan saya benar-benar masuk ke Nusakambangan dan jangan sampai saya malah dimasukkan ke penjara lain"
"Soal itu sudah diatur, akan diurus oleh anak buah saya. Saya beri kamu waktu dua hari untuk persiapan"
"Terima kasih banyak pak"
Aku meninggalkan ruangan Pak Torro dengan wajah membesi. Keputusanku sudah mantap dan aku harus pastikan agar semuanya berjalan lancar. Sebelum aku pergi dari tempat ini aku menemui Imam dan dua orang jaket kulit kepercayaannya itu karena ada satu hal lagi yang kuinginkan yang tidak boleh diketahui siapapun.
"Jadi kamu benar-benar ambil tugas mustahil ini?" Imam terlihat heran dengan keputusan konyolku.
"Iya, ada waktu satu bulan penuh saat aku udah sampai disana untuk cari Aldo sampai dapat atau aku akan tetap mendekam dipenjara itu untuk waktu yang lama. Karena itu ada satu hal yang aku ingin kamu mau ngelakuinnya untukku"
"Apa aja sobat, tinggal bilang apa tugasnya"
"Ada seorang gadis kecil di wilayah Pluit, namanya Nindy. Kakaknya sekarat di Rumah Sakit Husada karena diserang preman diwilayah tempat kita diserang dulu. Kalau aku nggak kembali dalam waktu sebulan, aku ingin kamu jaga dia untukku" aku menyerahkan foto Nindy ke Imam. Melihat foto itu Imam memelukku dengan erat.
"Kamu juga harus janji untuk jaga nyawa kamu selama disana"
Setelah selesai dengan semua ini, aku pulang untuk mengambil dua batang linggisku. Dua hari lagi ada beberapa gelandangan yang akan muncul di halaman depan surat kabar sebagai korban pembunuhan.