"Selamat datang di mimpi terburuk dalam hidupmu" salah satu dari mereka yang berambut gondrong menyambutku dengan kalimat ancaman. Dibelakangnya sudah berdiri lima orang anggotanya yang sudah mengepungku sementara aku sendiri terpojok disini disudut ruangan. Senjata tidak ada sementara jumlah mereka terlalu banyak."Jangan kira lu bisa parkour-an disini, penjara ini terlalu sempit kalo lu ngerasa lu bisa kabur" si pendek botak juga ikut mengancamku, aku hanya berpaling dan tidak mau melihat mereka. Tiba-tiba si gondrong tadi mulai menjambak rambutku dan berteriak didekat telingaku.
"Lu nggak usah sok disini, mulai hari ini lu adalah anjing, dan tali kekang lu gua yang pegang, ngerti!!!?"
Bosan terhadap makian itu, aku mendorongnya hingga tersungkur. Aku mencoba sebisaku menghajarnya namun lima orang lainnya menyeretku dan menginjak-injak tubuhku sementara si gondrong mulai mendekatiku dan menghajar wajahku habis-habisan. Selama empat jam mereka menghajarku tanpa henti, dan kini aku sadar apa yang dikatakan Ama, aku harus bertahan hidup setidaknya sampai besok sore, ya sampai Ama datang untuk menemuiku. Aku mencoba untuk kuat sebisaku walaupun harus kuakui mungkin lebih baik mati saja daripada tersiksa begini. Sepanjang malam aku kesulitan tidur, mereka berenam tidur mengapar dengan seenaknya hingga menutupi seisi lantai sementara aku harus berdiri dan tidak diperbolehkan berbaring, kecuali jika aku sanggup untuk menerima hantaman tangan mereka lagi.
Tidak hanya di malam hari, siang hari pun mereka asik melempariku dengan benda-benda yang bisa mereka lempar kearahku. Bahkan di kantin pun mereka sengaja muntah kearah piring makan siangku. Aku tidak bisa berbuat banyak karena jumlah mereka ada puluhan, bahkan belum termasuk para sipir yang tidak suka dengan kehadiran napi baru sepertiku. Sepanjang sore aku harap harap cemas, berharap agar Ama datang untuk menemuiku namun hingga jam malam dia tidak kunjung muncul juga, terus seperti itu selama dua hari. Dan selama dua hari itu pula, seperti malam pertama aku mendekam, orang-orang di selku sibuk mengeroyokku. Ibarat kata samsak untuk tinju, mereka seolah tidak bosan-bosannya menghajarku. Bisa dipastikan sudah seperti apa wajahku sekarang.
Hari ketiga seorang sipir menemuiku, dia bilang ada tamu yang ingin mengunjungiku. Akh, paling-paling hanya orang tuaku yang datang cuma untuk mengocehiku. Ternyata benar, mereka berdua datang dan sudah menungguku di meja kunjungan. Aku menyambut mereka dengan wajah masam sementara mereka agak terkejut melihat wajahku yang penuh memar menghitam.
"Kamu nggak pa pa nak, muka kamu kenapa?" mama memulai obrolan ini, dengan sangat sia-sia tentu saja.
"Ngapain kalian dateng kesini, Indra kira Indra udah bukan anak kalian lagi"
"Kamu nggak boleh ngomong gitu, mama sama papa masih sayang sama kamu. Seharusnya kamu nggak boleh pergi jauh-jauh dari rumah apalagi sampai ke Jakarta terus nggak pulang-pulang"
"Masih sayang? setelah kalian lebih sibuk berantem tanpa peduli sama anak kalian sendiri?"
"Tentu aja mama peduli, malah Vika tiap malem nangis terus gara-gara kamu pergi lama" ya ampun, mama bahkan masih sempat membicarakan adikku yang masih kecil.
"Halah, palingan kalian pesta pora disana karena satu beban udah berkurang dari hidup kalian"
"Eh anak sialan, masih untung kita mau kesini buat ngunjungin kamu!" papa yang sejak tadi diam mulai menghardikku, namun karena meja ini diberi pembatas berupa kaca tebal antara sisi untuk pengunjung dan sisi untuk tahanan papa tidak bisa memukul wajahku. Membuatku semakin leluasa menghujat-hujat mereka dengan berlinang air mata.
"Tapi Indra nggak pernah ngarepin kehadiran kalian disini, Indra bahkan jauh lebih suka tinggal di bantaran kali ciliwung yang kumuh ketimbang harus tinggal ditempat yang bahkan tidak suka dengan kehadiran Indra!!!" seisi ruangan kunjungan menatap kearahku yang tadi sempat teriak-teriak. Membuat salah satu sipir menepak kepalaku dan menyuruhku untuk tidak berisik.
"Kamu masih marah sama temen-temen kamu yang udah nge-bully kamu disekolah ya?" mendengar kalimat itu, kedua tanganku memukul meja dengan keras.
"JANGAN SEBUT-SEBUT MEREKA LAGI !!!" mama terdiam mendengar wajah marahku kearah mereka untuk pertama kalinya. Selebihnya aku hanya diam dan menutup wajahku tanpa peduli sudah berapa lama mereka mengoceh dan ocehan apa saja yang keluar dari mulut mama.
"Oke waktu kunjungan sudah habis, semua tahanan kembali ke sel masing-masing. Lu juga, daritadi teriak-teriak melulu. Balik lagi ke sel lu sono!" seorang sipir menyeretku kembali ke sel. Kulihat disana mama dan papa berusaha memohon pada kepala sipir untuk membebaskanku lebih awal dan bersedia membayar denda berapa banyak pun jumlahnya termasuk menyodorkan uang ekstra sebagai sogokan. Namun kepala sipir itu malah mengusir mereka dengan sombong dan kasar. Ya, tidak lain adalah karena si sipir sudah disogok oleh Orang Tua Dimas. Setidaknya itulah satu-satunya spekulasi yang muncul di pikiranku.
Aku kembali ke sel ku dan kudapati sel ku dalam keadaan sepi. Enam orang bajingan itu sedang di lapangan dan sel ini sendiri dibiarkan terbuka. Aku masih ingat saat semalam si gondrong sempat menusuk mataku dengan seutas kawat panjang yang tipis namun sangat kuat. Kawat itu disimpannya di dalam kasur, buru-buru aku mengambil kawat itu dan menyembunyikannya kedalam bajuku.
"Heeh ngapain didalam sel, cepet keluar! ini jam bermain diluar bukan ngendep didalam sel!" seorang sipir menyeretku keluar dengan kasar. Berang menerima perlakuan itu aku menghajar sipir itu. Alhasil, belasan sipil lainnya datang untuk mengeroyokku habis-habisan. Tak lama kemudian Ama datang dan menyeretku setelah sebelumnya Ama ikut menghajarku.
"Heh Ma, mau lu bawa kemana tuh tahanan?" salah satu sipir heran melihat Ama menyeretku.
"Bacot lu, mau gua kebirin dia sendirian!"
"Yaudah jangan lama-lama. Bawa dia ke lapangan pas lu udah puas ngentotin dia hahahahahaha" sipir itu tertawa yang juga diikuti gelak tawa dari sipir lainnya. Saat sebelum jauh, salah satu sipir melempariku dengan pentungannya, tepat mengenai selangkanganku.
"Indra, gila lu. Apa apaan itu barusan pake nantangin sipir segala. Gua nyuruh lu buat bertahan bukan buat cari gara-gara" Ama berbisik padaku ketika kami sudah berada diatas loteng dekat atap.
"Lu sendiri janjinya mau nemuin gua pas jam sore dua hari lalu, tapi baru sekarang lu nemuin gua. Lu sadar nggak emak sama bapak gua tadi ngunjungin gua. Mana lu tadi pake ikutan mukul gua lagi"
"Oke, maaf udah kelamaan. Sebelumnya gua jelasin dulu aktifitas di penjara ini dan siapa aja orang-orang yang harus lu hapalin" Ama mengeluarkan sebuah map berisi arsip dari beberapa tahanan yang akan dijelaskannya padaku. Sepuluh menit Ama menungguku selesai membaca dan setelah selesai aku menyerahkan arsip itu pada Ama.
"Oke udah gua baca semuanya, nama-namanya, asal usulnya, reputasinya, lokasi selnya, semua udah gua baca. Sekarang apa?"
"Ya, mereka semua punya satu persamaan yaitu sama-sama musuh besar Gagak Hitam. Walaupun sebenarnya mereka tidak pernah saling menyukai satu sama lain. Mereka adalah daftar yang harus lu waspadain karena mereka orangnya ngawas banget sama napi baru. Udah belasan napi mati disini ditangan mereka, "
"Oke apa lagi?"
"Jadwal pagi adalah baris-berbaris dan kegiatan harian setelah sarapan pagi, terus siang harinya makan siang lalu jam santai di lapangan sampai sore. Menjelang magrib semua tahanan bakal didata sebelum dimasukin lagi ke sel nya masing-masing. Tiap seminggu sekali dihari sabtu bakal ada kapal besar pengangkut pasokan untuk sipir dan tahanan. Sebagian kecil sipirnya sendiri sebenarnya juga orang dalam dari masing-masing kelompok mafia sama kayak gua. Makanya gua nggak boleh sampe terlalu deket sama napi biar nggak ketahuan. Banyak yang bilang kalo disini sipirnya ramah-ramah dan aktifitas pembinaannya sangat ramah. Tolong jangan percayain itu semua, sipir disini bengis semua dan satu-satunya saat-saat aman adalah saat sesi pembinaan dan pembimbingan. Selebihnya lu harus bertahan hidup lagi. Kalo ketahuan bertindak anarkis lu bakal dikurung di sel baja dengan tangan dan kaki terikat selama empat hari."
"Gimana struktur bangunannya?"
"Temboknya ada tiga lapis yang masing-masing dilapisin beton, bagian atasnya kawat berduri. Tiap menara disini enam orang sniper. Kamera CCTV dipasang sembunyi-sembunyi dan diawasi oleh satu operator di ruang teknisi. Akses keluar masuk yang aman cuma di wilayah sekitar pelabuhan karena selain wilayah itu, semua area pinggir pulau dipasangin detektor. Di pinggir pulau juga ada lapangan beton kecil sebagai helipad rahasia untuk kunjungan istimewa."
"Oke, nanti gua pikirin gimana caranya bisa kabur dari sini, terus si Aldo sendiri gimana? gua udah liat dia sebelumnya di ruangan Pak Torro jadi kasih tau aja dia di sel mana"
"Biasain aja bertahan atau kalau bisa berhasil hajar orang-orang di lapangan tiap jam sore. Lu nggak akan ngedapetin Aldo, Aldo yang bakal ngedapetin lu"